JAKARTA – Pemerintah dinilai harus mengambil langkah konkret terkait pelemahan daya beli masyarakat. Pasalnya, bila dibiarkan berlarut-larut, turunnya daya beli masyarakat dikhawatirkan dapat mengganggu aktivitas ekonomi lainnya. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan salah satu cara untuk kembali menggenjot daya beli masyarakat adalah dengan memberikan relaksasi perpajakan.
“Dari kami masukannya bisa dibalik pemikirannya, justru dengan memberikan stimulus pajak, penerima pajak jadi lebih tinggi,” ujarnya di Balai Kartini, Jakarta, Senin (14/8/2017).
Rosan memberikan contoh, yaitu pajak penghasilan (PPh) korporat yang sekarang besarannya mencapai 25%. Dia optimis, dengan memberikan sedikit relaksasi, misalnya penurunan ke angka 17%, kepercayaan masyarakat dapat tumbuh kembali. Apabila pajak PPh korporat dikurangi, belum tentu kebijakan ini dapat menekan penerimaan. Sebaliknya, kata Rosan, penerimaan pajak bisa saja bertambah lantaran konsumsi terpacu kembali serta kepatuhan pajak meningkat.
Selain itu, menurut Rosan, pemerintah juga dapat memberikan insentif dengan pemangkasan besaran pajak pertambahan nilai (PPN) dalam periode tertentu. Sehingga dapat menggenjot kembali kepercayaan dan konsumsi masyarakat.
“Kan sekarang dibilang daya beli lagi turun ceritanya. Kenapa pemerintah enggak bikin kebijakan (ini hanya masukan dari kami), misalnya dalam dua minggu ini, diberikan insentif bagi yang belanja tidak dikenakan PPN,” terang dia.
Rosan menilai langkah tersebut bakal efektif. Pasalnya, dalam analisis Rosan, penyebab pelemahan daya beli masyarakat adalah masyarakat menengah ke atas memilih untuk menaruh uangnya dalam bentuk deposito di perbankan dalam jangka panjang hingga 3-6 bulan. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan adalah mendorong masyarakat untuk membelanjakan uangnya kembali.
“Untuk mendorong orang mulai belanja lagi. Jadi hal-hal seperti itu bisa dilakukan,” tutup dia.
(kmj)
Sumber : http://economy.okezone.com/